Senin, 23 Februari 2009

BERHARAP

Oleh: Gegiranang Wiryadi/19/XII IPA 1

Suatu pagi yang cerah diiringi kicauan burung nan merdu, sambutan angina pagi menyapa mentari yang mulai menampakkan wajahnya di ufuk Timur. Siul-siul terdengar siulan dari anak laki-laki yang sedang berjalan sambil meloncat-loncat kegirangan. Berangkat dari rumah yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya sendirian.
Sampai di depan gerbang sekolah, ia bertemu dengan kawannya.
“hai Gus”sapa temannya dengan suara yang keras.
“hai juga bro” balas Agus.
“nampaknya kamu sedang bahagia hari ini”
“ya iyalah…”
“kenapa sih???”
“ada aja”
“ayolah Gus, cerita dikit aja”
“buat apa?”
“biar aku tau kenapa kamu begitu senang hari ini!”
“tebak aja deh”
“pelit amat kamu. Pasti nggak dapat pelajaran ya sekarang?”
“salah,! Malah semua guru mata pelajaran hari ini mau ngasi ulangan”
“terus??apa dong?”
“gini ya,, hari ini aku mau jadiin seseorang buat mendampingi hidupku. Alias nembak cewek bro!” Aguspun pergi tanpa berkata apa-apa lagi pada temannya.
Sesampainya di kelas bel berbunyi yang menandakan jam pelajaran akan dimulai. “pas” terlontar dari mulut Agus dan berlari menuju tempat duduknya. Tas yang digendongnya langsung ditaruh di atas meja dan duduk dengan senyum yang begitu lebar. Dilihatnya sekeliling, tepat di suatu titik dia terdiam dan menatap dengan penuh harapan. Gadis belia yang umurnya dua bulan lebih muada darinya, tidak terlalu pendek dan juga tidak terlalu tinggi, sedang-sedang saja. Sita, nama gadis yang selalu menjadi dambaannya. Sejak pertama kali masuk di SMA ini, pertama kali Agus bertemu dengan Sita, Agus langsung melayang-layang seperti layangan putus dihembus oleh angina sepoi-sepoi. Agus langsung jatuh hati.
Hari ini adlah hari besar bagi Agus, karena ia akan mengungkapkan perasaan yang selama ini terpendam kepada Sita. Pada saat jam pelajaran berlangsung, Agus nampak sangat gelisah. Sesekali ia memanggil Sita dengan suara yang sangat pelan tapi pasti, Sita mendengarnya dan menoleh sambil melambaikan tangan kea rah Agus, dengan senyumannya yang semanis gula batu membuat Agus tambah semangat.
Bel panjang berbunyi, tanda jam pelajaran untuk hari ini telah usai dan tentunya waktunya untuk pulang. Tapi Agus masih terlihat menunggu di tempat duduknya. Semua temannya telah pulang dan tinggal Sita yang sedang sibuk merapikan buku-buku yang berserakan di atas mejanya. Dengan perlahan Agus berdiri dan berjalan menghampiri Sita, dan akhirnya sampai juga di sebelah sita.
“Sit…Sita, ak…ak…”
“ya Gus, ada apa?”
“ak…ak…aku mau ngomong ama kamu” sahutnya dengan penuh rasa gugup.
“ngomong apa??”
“mmmm…” Agus mau mengeluarkan kata tapi malah ditelan lagi.
“Agus, aku mau pulang sekarang. Kalau kamu mau ngomong, cepetan dong. Aku masih banyak kerjaan di rumah.”
“gini Sita, ak…aku . kita kan udah lama saling kenal, udah lama jaln bareng, sudah lama juga kita sering telpon-telponan…”
“Agus, kalu kamu cuma ngomong gitu, nggak usah. Aku juga udah tau” tegas Sita.
“tapi bukan itu yang aku maksud Sita”
“terus???”
”gini, ak…aku cuma mau bilang kalau aku suka ama kamu dan kamu mau nggak jadi pacar aku????????????”
“ha…ha…ha..” Sita tertawa terbahak-bahak
“kok kamu ketawa sih, aku serius. Kan kamu yang bilang kalau kamu sendiri suka ama aku.” Agus meyakinkan.
“Agus…Agus… gini ya Gus, dengerin ya. Emang bener kita udah lama kenal, udah sering jalan bareng, terus sering telpon-telponan dan juga aku bilang suka sama kamu. Tapi bukan berarti aku suka atas dasar cinta ama kamu. Aku suka karena kamu tu orang yang baik, maka dari itu kamu jadi sahabat aku. Sahabat baik aku.” Jelas Sita.
“Cuma itu aja Sita??” rengek Agus dengan wajah yang sangat menyedihkan.
“iya”
“aku pikir kamu cinta sama aku” kata Agus dengan tampang menyedihakan
“Gus.,.. walaupun kama bilang apa ke aku tuk bisa jadiin aku pacar kamu, itu nggak bakalan bisa. Aku nggak bisa ngasi harapan yang lebih pada kamu, aku udah nganggap kamu sebagai kakak aku, dan itulah yang terjadi. Lagi pula aku udah punya pacar” papar Sita. Lalu Sita pergi meninggalkan Agus sendiri di dalam kelas.
Agus merasa sangat tepukul dan merasa amat sangt kecewa dengan semua yang telah terjadi. Dan ia menyadari bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan.
Agus…..Agus…..